Waktu Tuhan

Waktu Tuhan bukan waktu kita
Jangan sesali keadaannya
Untuk semua ada waktu Tuhan
Tetap setia mengandalkan-Nya

Segala yang terjadi di hidupku
Janji Tuhan menghidupiku selalu
Kuyakin percaya ada waktunya Tuhan
Semua kan indah pada waktu-Nya

Waktu Tuhan bukan waktu kita
Jangan sesali keadaannya
Untuk semua ada waktu Tuhan
Tetap setia mengandalkan-Nya

Segala yang terjadi di hidupku
Janji Tuhan menghidupiku selalu
Kuyakin percaya ada waktunya Tuhan
Semua kan indah pada waktu-Nya

Klik tanda > pada bar di bawah ini untuk mendengarkan lagu Waktu Tuhan by Maria Shandi

Masker Yang Menjadi Berkat

Masker Batiktak

 

Inspirasi Bertahan di Tengah Badai Korona

Saat memasuki tahun 2020, kita semua tentunya berharap tahun ini akan membawa kebaikan. Berharap akan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Akan tetapi, begitulah kehidupan. Masa depan selalu berselubung misteri. Siapa yang menyangka jika tahun 2020 ternyata membawa ‘badai’ yang belum pernah dialami sebagian besar kita. Badai virus Korona.

Wabah virus Korona telah menyulap pola kehidupan kita menjadi ‘tidak normal’. Social distancing (penjarakan atau penjauhan sosial) dan physical distancing (penjarakan atau penjauhan fisik) menjadi keharusan demi melindungi diri dari penularan virus yang mengancam nyawa manusia. Sebagian negara di dunia menerapkan sistem penguncian atau karantina wilayah alias lockdown. Sementara pemerintah Indonesia menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB di berbagai provinsi.

Kebijakan PSBB mau tak mau membawa dampak yang masif terhadap kehidupan sosial ekonomi.  Aktivitas sosial, ekonomi dan budaya secara langsung dibatasi secara ketat. Sekolah, tempat wisata dan kantor-kantor ditutup. Pemerintah mengeluarkan kebijakan Bekerja Dari Rumah (Work From Home) dan Belajar Dari Rumah (Learning From Home). Roda perekonomian pun lumpuh, dan ini menjadi awal dari efek domino. Perusahaan atau kegiatan bisnis yang terhenti mengakibatkan jutaan orang kehilangan pekerjaan dan pendapatan.

Keadaan itulah yang dihadapi teman saya, Valentina Siagian – atau Val, demikian saya memanggilnya. Val adalah teman saya semenjak kuliah di Fakultas Satra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) UI jurusan Sastra Perancis, yang berlanjut menjadi rekan kerja tatkala bekerja di perusahan joint-venture Schneider Indonesia (sekarang Schneider Electric) di era tahun 90-an.

Bergerak di bidang bisnis fesyen (fashion), Val mengembangkan batik khas Batak yang dinamainya Batiktak –kependekan dari Batik Batak- sejak tahun 2013. Jerih payah Val mengembangkan Batiktak patut diacungi jempol. Di mata saya, Val gigih berkeliling dari satu pameran ke pameran lain untuk memperkenalkan Batiktak. Dan usahanya tak sia-sia. Setahu saya, kreasi busana Batiktak sudah banyak dipakai sejumlah tokoh ternama di negeri ini.

Nah, siang tadi karena suatu hal, ujuk-ujuk Val mengontak saya via Whatsapp yang kemudian berlanjut dalam obrolan panjang. Kami memang jarang sekali kontak apalagi ngobrol langsung karena kesibukan kerja masing-masing.

Cerita punya cerita, akhirnya sampailah pada cerita soal masker. Gara-gara Korona, masker kini adalah bagian dari keseharian masyarakat dunia. Perlengkapan wajib pakai jika ingin selamat.

Sebagai insan dunia fesyen, Val punya ide kreatif. Ia membuat masker dari bahan kain Batiktak. Selain untuk perlindungan diri, Val ingin masker juga menjadi bagian dari gaya busana yang fashionable. Val membuat masker yang senada dengan busana-busana Batiktak kreasinya. Dengan menggunakan bahan kain Batiktak, Val berharap masker kreasinya mempunyai nilai lebih karena unik dan nggak pasaran.

Keputusannya untuk beralih membuat masker berawal dari keluh kesah penjahit yang bekerja padanya. “Penjahit-penjahit aku ngeluh nggak ada pemasukan karena order menjahit sepi,” cerita Val. Wabah Korona memang membuat bisnis penjualan Batiktak menurun drastis. Akhirnya Val memutuskan membuat masker kain dari bahan kain Batiktak. Sudah lebih dari 500 masker kain yang telah diproduksi.

Selain menjualnya secara komersial, ternyata Val membagikan masker kreasinya secara gratis kepada para pelayan rohani (baca: pendeta) kenalannya. Karena pendeta adalah pimpinan umat, maka sudah sepatutnya mereka mempelopori penggunaan masker untuk perlindungan diri di masa pandemi Korona. Tak hanya di Jakarta, sobat saya itu mengirimkan masker buatannya ke para pendeta di berbagai wilayah di Jawa, Bali, Sumatera, dan Kalimantan.

Yang menakjubkan, cerita Val, meskipun ia menanggung semua ongkos kirim masker ke berbagai daerah, ia sama sekali tidak mengalami kerugian. “Aneh, kan, Din. Meski sudah keluar ongkos kirim banyak, ternyata setelah dihitung-hitung hasil penjualan masker komersial, aku sama sekali nggak rugi lho,” ungkapnya.

Saya tersenyum mendengar ceritanya. Itulah berkat dari Tuhan. Tangan yang memberi kebaikan dengan ikhlas dan tulus akan menerima berkat dari Tuhan. Teruslah memberi kebaikan, Val. Keep the good job! God bless you.

Jakarta, Mei 2020

Octaviana Dina